The dominant idea of romantic relationship in the society have thrust moral judgments and punishments, resulting cultural and social acts of discrimination, stereotype and silencing people undergoing extradyadic relationships. At a deeper level, such phenomenon indicates an ongoing shift of values in the society that may not be overlooked.
As a society that holds and impose the dominant idea of heterosexual and monogamous romantic relationships, these emergence of extradyadic relationships can be seen as a rebellious act of the structure and social fabric of Indonesian society. Today, a wide spread phenomenon of extradyadic relationship in urban cities of Indonesia arise. Changes in the practices of romantic relationships indicates shifting values in the society and may well trigger changes of social structures. The practices of romantic relationships are none the less socially constructed hence intertwining with and inseparable from the dynamics of social context and cultural value. Types of intimate relationship that is allowed, expected or tolerated, depends on the social, economic interests, religious doctrines, ideas of moral and other values that surround social life. Romantic relationship intersects both the personal and social fields. Konteks relasi kuasa gender memberikan pergeseran yang spesifik dalam proses kreasi subjek schizo. Pandangan yang berubah tentang realitas telah menjadi hasil yang tak terelakkan dalam konteks masyarakat urban Indonesia yang menciptakan subjek schizo melalui relasi extradyadic. Ada perbedaan arah perilaku relasi antar gender upaya meraih posisi sosial bagi wanita, dan menegakkan bias kuasa bagi pria. Mengubah nilai dan bentuk hubungan romantis yang bersifat non-historis dan khusus. Praktik hubungan semacam ini mendorong definisi keintiman baru yang tidak terikat. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan extradyadic di masyarakat urban Indonesia telah menjadi sarana untuk melepaskan diri dari represi sosial yang bersifat berbeda untuk lelaki dan perempuan. Dengan menggunakan konsep masyarakat schizofrenik Deleuze dan Guattari, sebuah interaksi yang sejajar antara diri dan dinamika sosial menawarkan pandangan yang komprehensif mengenai hubungan romantis extradydic saat ini. Semua partisipan merupakan perempuan yang sukarela menjawab undangan partisipasi penelitian yang telah diedarkan secara publik. Studi etnografi ini dilakukan di Jakarta, Pontianak, Bali, Surabaya dan Yogyakarta antara tahun 2014-2016. Penelitian ini bermaksud untuk memahami praktik hubungan extradydic yang tidak lepas dari arsiran diri dan dinamika sosial, melalui perempuan Indonesia yang melakukan relasi extradyadic di wilayah urban.
Subjektivitas orang-orang yang melakukan hubungan dalam kehidupan sehari-hari mereka sering diremehkan dalam usaha memahami persoalan ini dengan kecenderungan determinasi sosial atau analisis gangguan mental dalam melihat perilaku relasi keintiman. Studi tentang hubungan extradyadic sebagai bagian dari pergeseran praktik romantis selama ini, telah memberikan perhatian yang sangat kecil pada interkoneksi diri dan dinamika sosial sebagai bidang studi tunggal. Dominasi ide atas relasi telah menutup pesepsi, mendorong penilaian dan hukuman moral melalui tindakan diskriminasi sosial dan budaya serta membungkam orang-orang yang menjalani hubungan extradyadic. Pada tingkat yang lebih dalam, fenomena tersebut mengindikasikan adanya pergeseran nilai relasi di masyarakat. Sebagai masyarakat yang memegang dan menerapkan gagasan tentang hubungan romantis sebagai hubungan yang bersifat heteroseksual dan monogami, relasi semacam ini dapat dilihat sebagai tindakan pemberontakan atas struktur sosial masyarakat Indonesia. Saat ini, fenomena penyebaran hubungan extradyadic yang luas di wilayah urban Indonesia mengemuka. Perubahan dalam praktik hubungan romantis menunjukkan adanya pergeseran nilai dalam masyarakat dan dapat memicu perubahan struktur sosial. Praktik hubungan romantis merupakan konstruksi sosial dengan demikian terjalin dan tak terpisahkan dari dinamika konteks sosial dan nilai budaya. Jenis hubungan yang diizinkan, diharapkan atau ditolerir, tergantung pada kepentingan sosial, ekonomi, doktrin agama, gagasan moral dan nilai-nilai lain yang melingkupi kehidupan sosial.